Maluku Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tergolong masih muda. Provinsi ini baru diresmikan pada tahun 1999 silam. Sebelum menjadi provinsi, Maluku Utara merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Maluku.
Provinsi Maluku Utara memiliki 1474 pulau dengan pulau terbesar adalah Halmahera. Meskipun tergolong provinsi baru, bukan berarti Maluku Utara miskin kebudayaan. Kita bisa lihat dari rumah-rumah adat Maluku Utara yang masih terpelihara sampai saat ini.
Nah, langsung saja, berikut ini 3 rumah adat Maluku Utara yang khas dan unik.
Rumah Adat Maluku Utara
1. Rumah Adat Baileo
Rumah Adat Baileo merupakan rumah adat asal Maluku yang berbentuk panggung dan tidak berdinding. Rumah adat ini memiliki fungsi seperti balai, yaitu tempat bagi masyarakat untuk berkumpul dan bermusyawarah. Bagi masyarakat Maluku Utara, Baileo mewakili kebudayaan Maluku dan memiliki fungsi yang sangat penting. Hal ini karena Baileo merupakan satu-satunya bangunan peninggalan yang menggambarkan kebudayaan Siwa-lima.
Selain sebagai tempat bermusyawarah, Baileo juga digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda suci dan tempat upacara adat. Rumah Adat Baileo umumnya berukuran besar dan memiliki bentuk yang berbeda dibanding tempat tinggal warga. Baileo didesain berlantai tinggi di atas permukaan tanah untuk menghormati roh-roh nenek moyang. Masyarakat setempat beranggapan bahwa roh-roh nenek moyang memiliki derajat yang lebih tinggi dari tempat berdirinya masyarakat.
Rumah adat Baileo juga dibuat tidak berdinding agar roh nenek moyang dapat dengan leluasa keluar-masuk rumah. Selain itu, dengan tidak adanya dinding juga memudahkan masyarakat yang tidak berada di dalam rumah untuk menyaksikan musyawarah yang berlangsung.
Simbol-simbol dalam Rumah Adat Baileo
Komponen-komponen pembangun rumah adat Baileo ternyata memiliki simbol-simbol penting bagi masyarakat, berikut diantaranya :
-
Tiang Penyangga
Rumah adat Baileo memiliki tiang penyangga yang berjumlah 9 tiang. Jumlah ini merepresentasikan banyaknya marga yang terdapat di desa bersangkutan.
-
Tiang Siwa Lima
Selain 9 tiang penyangga yang berada di depan dan belakang rumah, Baileo juga memiliki lima tiang yang berada di sisi-sisi rumah. Keberadaan lima tiang ini menggambarkan Siwa Lima. Siwa Lima sendiri berarti kita semua punya. Siwa Lima menjadi simbol persekutuan desa-desa Maluku yang berasal dari kelompok Siwa dan kelompok Lima.
-
Batu Pamali
Di setiap rumah adat Baileo biasanya terdapat sebuah batu yang ditempatkan di depan pintu rumah. Batu ini merupakan batu pamali yang digunakan warga untuk menyimpan sesajen. Penempatan batu pamali ditujukan untuk menunjukkan bahwa bangunan tersebut merupakan balai adat.
Ornamen Rumah Adat Baileo
Selain bentuknya yang unik, rumah adat Baileo juga dihiasi oleh hiasan dan ornamen di dalam rumah. Adanya hiasan dan ornamen ini berhubungan dengan adat istiadat masyarakat setempat. Berikut ini beberapa ornamen yang ada di rumah adat Baileo.
-
Dua Ekor Ayam yang Diapit Dua Ekor Anjing
Ornamen yang paling mencolok di rumah adat Baileo adalah ornamen bergambar dua ekor ayam yang berhadap-hadapan dan diapit oleh dua ekor anjing di sisi kanan dan kiri ayam-ayam tersebut. Biasanya, ukiran ini terdapat di ambang pintu. Bagi masyarakat setempat, ukiran ini melambangkan kedamaian dan kemakmuran.
-
Bulan, Bintang, dan Matahari
Selain ornamen bergambar ayam dan anjing, rumah adat Baileo biasanya juga dihiasi dengan ukiran bergambar bulan, bintang, dan matahari yang berwarna merah, kuning, dan hitam. Ukiran-ukiran semacam ini biasanya terdapat di bagian atap rumah dan melambangkan kesiapan balai adat dalam menjaga keutuhan adat beserta hukum adatnya.
2. Rumah Adat Sasadu
Rumah Adat Sasadu merupakan rumah adat bagi suku bangsa Sahu yang berada di Halmahera Barat. Halmahera Barat sendiri suatu kabupaten yang ada di Maluku Utara. Rumah Adat Sasadu bukanlah rumah yang ditujukan untuk tempat tinggal, melainkan sebagai tempat berkumpul warga. Rumah adat Sasadu biasanya terdapat di setiap desa.
Baca juga : Rumah Adat Limas Sumatera Selatan
Selain itu, rumah ini juga dianggap sebagai pusat adat istiadat yang dapat digunakan sebagai tempat perayaan pesta adat, seperti pernikahan dan kelahiran. Rumah adat Sasadu umumnya terletak di tengah desa dan di pinggir jalan agar lebih mudah diakses oleh seluruh masyarakat desa.
Arsitektur dan Konstruksi Rumah Adat Sasadu
Dilihat dari bentuknya, rumah adat Sasadu berukuran lebih besar dibanding rumah hunian penduduk. Rumah ini memiliki bentuk persegi panjang dengan rumah paling besar berukuran 9 x 6 meter.
Sama seperti rumah adat Baileo, rumah adat Sasadu juga tidak berdinding dan disangga oleh tiang-tiang saja. Salah satu perbedaan Sasadu dengan Baileo yakni rumah adat Baileo berbentuk panggung, sedangkan rumah adat Sasadu tidak. Pada bagian lantai biasanya dibuat timbunan tanah setinggi 30-40 cm yang dipadatkan. Kemudian akan dipasang susunan batu kali sebagai penopang.
Rumah Adat Sasadu disangga oleh banyak tiang penyangga di sekeliling maupun di dalam rumah. Tiang penyangga ini terbuat dari batang kayu sagu. Tiang-tiang ini dihubungkan dengan balok penguat dengan cara direkatkan menggunakan pasak kayu. Adanya tiang berfungsi untuk menopang kerangka atap rumah.
Rumah adat Sasadu umumnya terbuat dari material-material alam. Seperti bagian atapnya yang terbuat dari bambu yang diikat dengan ijuk atau anyaman daun sagu. Namun, semakin berkembangnya zaman, beberapa atap rumah berganti menjadi material seng.
Kemudian untuk bagian rangka rumah digunakan material kayu, bambu, atau batang pohon kelapa. Meskipun sebagian besar menggunakan material alami, terkadang masyarakat juga menggunakan bahan buatan pabrik seperti semen sebagai alas lantai. Hal ini untuk memudahkan dalam pemeliharaan dan menjaga kebersihan.
Rumah adat Sasadu setidaknya memiliki enam pintu masuk, yang terdiri dari dua pintu untuk perempuan, dua pintu untuk laki-laki, dan dua pintu untuk para tamu. Atap rumah bagian pinggir dibuat lebih rendah daripada langit-langit. Hal ini bertujuan agar setiap orang yang masuk secara otomatis akan menunduk sebagai bentuk penghormatan.
3. Rumah Adat Hibualamo
Rumah Adat Hibualamo merupakan rumah adat Maluku Utara yang baru diresmikan pada tahun 2007. Meskipun demikian, sebenarnya rumah adat ini sudah ada selama 600 tahun. Hibualamo terdiri dari dua kata, yaitu Hibua yang berarti rumah dan Lamo yang berarti besar. Jadi, dapat Hibualamo dapat diartikan sebagai rumah yang berukuran besar.
Rumah adat Hibualamo terbesar berada di Pulau Kakara, Kabupaten Halmahera Utara. Rumah ini dipercaya sebagai tempat lahirnya Tobelo dan Tobelorese. Tidak jauh berbeda dengan dua rumah adat sebelumnya, Hibualamo juga berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat setempat, seperti merumuskan kebijakan, menyelesaikan masalah, dan membahas kepentingan bersama yang menyangkut masyarakat.
Selain itu, Hibualamo juga bisa digunakan sebagai tempat upacara adat saat memasuki masa panen atau masa tanam, upacara pernikahan, ataupun penerimaan tamu.
Arsitektur rumah adat Hibualamo
Rumah adat Hibualamo merupakan bangunan megah yang bentuknya menyerupai perahu. Bentuk perahu ini menggambarkan kehidupan kemaritiman masyarakat setempat yang hidup di pesisir pantai. Bangunan ini memiliki empat pintu yang terdapat di setiap sisi utara, timur, barat, dan selatan. Hal ini memiliki filosofi yaitu kesatuan dan keterbukaan.
Ada empat unsur warna yang menghiasi rumah adat Hibualamo dan masing-masing warna memiliki filosofi sendiri. Empat unsur warna beserta artinya yakni merah yang melambangkan semangat perjuangan masyarakat Canga. Kuning berarti kecerdasan, kemegahan, dan kekayaan. Hitam yang melambangkan solidaritas. Dan terakhir putih yang melambangkan kesucian.
Nah, mungkin sekian untuk tiga rumah adat Maluku Utara. Semoga pembahasan di atas dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca. Terima kasih.